Rabu, 08 September 2010

17 AGUSTUS BUKAN HUT-RI

17 AGUSTUS BUKAN HUT-RI
(Agenda Meluruskan Sejarah Kemerdekaan Bangsa)

Oleh :
Junet Haryo Setiawan

“Sang saka kembali berkibar menghiasi pekarangan pribumi menari-nari seperti sekelompok sufi dan melambai-lambaikan tangannya seperti seorang penyanyi. Demikian dengan kaum pribumi, dari Sabang sampai Merauke dari kota hingga pelosok desa secara serempak menyambut datangnya momentum yang diberi nama ‘HUT-RI’ ”

64 Tahun yang lalu adalah saat yang paling menentukan bagi perjalanan Bangsa Indonesia dimana perjuangan untuk mencapai kemerdekaan telah berada pada titik klimaksnya. Pekik sang Proklamator telah membahana keseluruh penjuru dunia dan menggetarkan hati rakyat Indonesia yang terkungkung dalam sebuah harapan yang dirasa kosong selama bertahun-tahun lamanya. Proklamasi Kemerdekaan telah menandai bahwa Bangsa Indonesia berdiri sebagai bangsa yang berdaulat serta bebas dari penjajahan bangsa lain.

Kemerdekaan Siapa?
Sejarah menunjukkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk dari Bagsa Indonesia yang lahir terlebih dahulu yakni pada tanggal 28 Oktober 1928 dengan tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Orang-Orang Indonesia Asli (OIA).
Amanat Sumpah Pemuda yang berkaitan langsung dengan pembentukan komitmen untuk mengangkat harkat dan martabat hidup Orang-Orang Indonesia Asli tersebut, telah menjadi sifatnya orang-orang bangsa Indonesia asli. Sifat bangsa Indonesia inilah yang telah mendasari tercapainya kemerdekaan 17 Agustus 1945. Adapun yang dimaksud dengan Orang-Orang Indonesia Asli ialah terdiri dari orang Bangsa Indonesia asli (pibumi) dan orang-orang dari bangsa lain yang telah tinggal di Indonesia sebelum NKRI terbentuk dan telah sepakat untuk memperjuangan tegaknya sifat Bangsa Indonesia tersebut.
Sekelumit cerita ini bilamana di rangkai, akan menghasilkan suatu pemahaman bahwa bangsa Indonesia dengan sifat tersebut merupakan pondasi bagi NKRI sebagai bangunannya yang terbentuk kemudian. Inilah yang membedaan kita dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang justru sebaliknya. Yakni memposisikan negara sebagai pondasi dari bangsanya. Maka tidaklah heran bilamana kekuasaan dibangun secara terus menerus untuk menjadikan negaranya kuat. Indonesia hari ini juga telah bersiap kembali menyambut datangnya momentum yang sangat populer bagi seluruh rakyat Indonesia, sebuah agenda yang diyakini sebagai HUT-RI (negara). Maknanya Indonesia sedang memperkuat Negaranya berserta kekuasaan pemerintahan agar mampu melindungi segenap Bangsa Indonesia.
Pertanyaannya adalah benarkah 17 Agustus 1945 yang kita rayakan lebih dari 64 tahun ini adalah HUT-RI?. Dengan memahami bangunan sebagaimana yang telah di tunjukkan oleh sejarah diatas, sekiranya patut kita katakan bahwa ini meupakan bentuk penyesatan sejarah yang direncanakan secara besar-besaran, sebab kata Republik tidak pernah terucap dari mulut seorang Suekarno pada saat pembacaan tes Proklamasi Kemerdeaan itu. Bukanlah kemerdekaan siapa-siapa kecuali kemerdekaan Bangsa Indonesia (‘nation’ not ‘staate’).
Apabila kita kembali merangkai simpul sejarah, Bangsa Indonesia yang berdiri pada 28 Oktober 1928 itu telah berhasil mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan berbekal kemerdekaan inilah kemudian Bangsa Indonesi membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia satu hari setelah Proklamasi ibacakan tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945 yang berkedaulatana rakyat dan berdasarkan Pancasila dengan jalan menetapkan Suekarno-Hatta sebagi Presiden dan Wakil Presiden RI dan menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara.
Teks Proklamasi Kemerdekaan bangsa merupakan bukti otentik dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa kemerdekaan itu dalah kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan wakilnya yakni Suekarno-Hatta. keberadaannya bukan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI melainkan wakilnya Bangsa Indonesia. Demikian pula UUD 1945 juga menunjukkan bangunan NKRI yang sebenarnya. Preambule UUD 1945, alenia 1-3 menjelaskan wilayah bangsa, sedangkan alenia 4 secara jelas menceritakan bagaimana bangsa yang merdeka terlebih dahulu tersebut membetuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdsarkan Pancasila. Dengan demikian maka benar adanya bahwa perayaan 17 Agustus 45 sebagai HUT-RI telah mengingari makna kemerdekaan yang sesungguhnya.

Grand Design Kolonialism
Sepintas hanya sekelumit cerita. Ada yang meragukan dengan mengatakan bahwa kebenaran itu di dasarkan atas ketajaman metode (tergantung), ada pula yang menggantungkan pada sebuah perspektif yang terus berkembang, demikian pula juga ada yang menyikapinya dengan jalan menyamakn makna ‘nation’ dan ‘staat’, padahal ada 2 teori yang berbeda. Tentunya sangat bervariasi. Persoalannya adalah mengapa kedaulatan kita tidak di akui oleh kaum sana?.
17 Agustus 1945 Sebagai hari kemerdekaan bangsa telah membawa kita semua rakyat Indonesia pada tatanan hidup serta konstruksi yang sesuai denga perjalanan sejarah bangsa. Bangsa Indonesia sebagai pondasi NKRI haruslah kita perkuat dan pertahankan agar menjadikan kokohnya bangunan Negara. Untuk memperkuatnya, perlu dilihat terlebih dahulu berbagai peletakan produk bangsa yang ditujukan untuk tetap memperjuangkan serta mempertahankan sifat Bangsa Indonesia untuk mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Sifat itulah yang juga berfungsi sebagai sari hukum Bangsa Indonesia.
Produk yang dimaksud ialah, Pertama. Pancasila yang merupakan keyakinan Bangsa Indonesia dengan lima silanya wajib ditaati dan dilaksanakan sepenuhnya oleh segenap tumpah darah Bangsa Indonesia untuk membangun keidupan berbangsa dan bernegara kelak kemudian yang tidak meninggalkan sifat bangsa. Setelah NKRI terbentuk, Pancasila sebagai dasar negara melahirkan enam wahana nilai yang harus di laksanakan ; standart nilai kreatifisme, standart aturan-aturan dasar yang disebut Gotong Royong, standart interaksi sosial yang disebut mufakat, standart dinamika politik yang disebut musyawarah standar nilai ekonomi yang di sebut lumbung, sistem tanah adat serta sistem tata ruang yang juga ditujukan untuk mempertahankan sifat bangsa.
Kedua. Untuk memperkokoh bangunan NKRI kemudian hari, dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang melaksanaan kedaulatan rakyat sebagaimana telah diatur didalam batang tubuh UUD 1945 Asli Pasal 1 Ayat 2 ; “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Ketiga. Diletakkan Unang-Undang Dasar 1945 yang berfungsi sebagai perekat antara bangsa sebagai pondasi dan negara sebagai bangunannya yang terbagi atas pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota/kabupaten. Untuk menjalankan pemerintahan itulah UUD 1945 asli tela menggariskan Musyawarah-Mufakat sebagaimana yang telah di atur alam pasal 18. Musyawarah-Mufakat ini juga telah sesuai dengan perjalanan sejarah bangsa, sebab sejarah juga menunjukan bahwa Bangsa Indonesia dan NKRI telah terlahir dan dibentuk melalui Musyawarah-Mufakat yang dilaksanakan oleh bapak-bapak pendiri Republik Indonesia. Oleh karena itu, hanya dengan Musyawarah-Mufakat kehidupan bangsa dan NKRI dapat di bangun dan dikembangkan agar dapat mengangkat harkat dan martabat hidup pribumi.
Rupanya segala sesuatu yang telah dipersiapkan itu menjadi terbengkalai akibat tidak diakuinya kedaulatan oleh bangsa lain di dunia utamanya Belanda sampai pada tanggal 27 Desember 1949 lewat KMB di Denhaag. Pada saat itulah Belanda resmi menyerahkan kedaulatan kepada Repulik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari negara-negara bagian dengan Yogyakarta sebagai Ibukotanya. Ada apa dibalik semua itu sehingga Belanda dan bangsa lain tidak menerima kedaulatan Bangsa Indonesia.
Kepentingan idiologi telah menjadi pembicaraan menarik untuk kita kaji lebih jauh lagi. Kepentigan tersebut telah melahirkan grand design semacam ini, suatu cara untuk menghancurkan sifat Bangsa Indonesia utamanya Pancasila sebagi keyakinannya. Faktanya Belanda mau mengakui kedaulatan setelah Indonesia jatuh ketangan RIS dengan UUD RIS seagai konstitusinya. Barangkali sebuah keterpaksaan bagi para Founding Father’s and The Gang’s untuk merubah semua rencana yang disusun bersama-sama sebelumnya. Semua itu terjadi karena bagi bangsa-bangsa lain keberadaan Bangsa Indonesia yang dimerdekaan pada 17 Agustus 1945 itu merupakan sesuatu yang tidak lazim atau bahkan menyalahi hukum Interasional. Bagi bangsa-bangsa yang terbentuk dari negaranya yang lahir terlebih dahulu, konstitusi menjadi syarat mutlak bagi sebuah kemerdekaan, padahal pada saat proklamasi di dengungkan, Negara dan UUD 1945 belum terbentuk.
Ternyata UUD RIS telah merubah tatanan konstruksi bangunan NKRI dari bangsa yang lahir terlebih dahulu dan NKRI lahir kemudian, menjadikan Negara sebagai pondasi dan bangsa sebagai bangunannya. Sebab itulah mimpi-mimpi para pendiri bangsa yang sudah terencana tidak lagi dapat dilaksanakan. Yang terjadi bukan Musyawarah-Mufaat tetapi demokrasi beserta alat alatnya terus di bangun dan tumbuh subur di negeri ini dan dijadikan acuan dalam rangka membangun kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perubahan konstitusi dari UUD RIS menjadi UUDS’50 rupanya hanya berakibat pada perubahan bentuk negara serta beberapa hal yang terkait, sedangkan penyimpangan sejarah beserta grand designnya tetaplah utuh. MPR sebagai lembaga bangsa yang ditujukan untuk melaksanakan kedaulatan rakyat belum terbentuk secara sempurna sehingga Musyawarah-Mufakat belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Ironisnya, Amandemen UUD 1945 yang dilakukan berkali-kali justru menjadikan MPR sebagai lembaga kekuasaan demikian pula keberadaan pasal 2 aya 1 hasil amandemen telah menghilangkan peran, fungsi dan keberadaan MPR. Hilanglah sudah sifat Bangsa Indonesia yang telah lama diperjuangkan tersebut.
Peringatan 17 Agustus 1945 sebagai HUT-RI semakin menjadikan anak bangsa ini semakin buta atas penyimpangan sejarah yang terjadi sangat lamanya ini. Melalui pesta perayaan inilah ditunjukkan kepada kita kesenangan sesaat, sedangkan penghancuran sifat, karakteristik, keyakinan dan jati diri bangsa semakin mendapatkan ruang dan berlangsung setiap detik. Perkataan “17 Agustus 45 HUT-RI” semakin melegitimasi kebenaran bahwa Negara berfungsi sebagai pondasi bagi Bangsa Indonesia, maka demokrasi akan semakin tumbuh, kekuasaan akan terus dibangun sementara itu Musyawarah-Mufakat dan kedaulatan rakyat hanya akan menjadi cerita saja.
Cita-cita Proklamasi harus tetap kita perjuangan dan kemerdekaan yang telah kita peroleh ini harus tetap kita pertahankan sampai titik darah penghabisan. Kemerdekaan Bangsa Indonesia bukanlah pemberian dari bangsa lain dan juga bukan sebatas retorika belaka. Kemerdekaan ini adalah ketetapan Tuhan melalui perjuangan keras yang disertai tetesan darah kepangkuan ibu pertiwi. Kemerdekaan ialah hak suatu bangsa untuk berdaulat dan menentukan nasip politiknya sendiri. Itulah yang dicitakan dan telah dilakukan oleh para pendahulu kita.
Yang dapat menjadi panutan bagi bangsa Indonesia bukanlah Elite-Elite politik yang kita sebut sebagai bapak dan ibu dewan yang terhormat, bukan pula petinggi-petinggi Parpol. Akankah orang yang kita jadikan panutan itu ialah orang yang seharian bekrja dengan mengikuti rapat dan tidur, lalu meminta jatah reses yang begitu besar jumlahnya, sedangkan cita-cita Bangsa Indonesia perlahan tenggelam kedasar lautan bersamaan dengan ketukan palu dan terikan kesepakatan.
Mempertahankan kemerdekaan bukan sekedar berkorban fisik demi sejengkal tanah pertiwi. Namun ilmu, sejarah, sifat dan keyakinan serta cita-cita Bangsa Indonesia harus tetap terjaga dan diperjuangkan. Dengan meyakini 17 Agustus 1945 sebagai HUT-Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 sebagai HUT-RI kita berharap bahwa penjajahan sistem akan segera berakhir dan kita semua, bangsa Indonesia benar-benar sampai pada cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Bangsa.
MERDEKA!!!

Juneta Haryo Setiawan
Ketua HMI Cabang Ponorogo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar